FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIDAK DILAKUKANNYA PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENGELOLAAN
ALAT-ALAT KESEHATAN GIGI OLEH PERAWAT GIGI PADA PUSKESMAS KOTA BANDA ACEH TAHUN 2015 |
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Jenjang
Pendidikan Diploma III Untuk Memperoleh Ahli Madya
Keperawatan Gigi Jurusan Keperawatan Gigi
Poltekkes Kemenkes Aceh
Oleh :
ARIEF MUNANDAR
PO 7125 112 046
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
BANDA ACEH
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIDAK DILAKUKANNYA PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENGELOLAAN
ALAT-ALAT KESEHATAN GIGI OLEH PERAWAT GIGI
PADA PUSKESMAS KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2015
Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan
Dihadapan Tim Penguji Sidang Program Studi Diploma III
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Pembimbing
(Nurdin, S.Si.T, MDSc)
NIP.19710518 199403 1 002
|
Pembimbing Pendamping
(Rohani. M, S.Si.T, M.Kes)
NIP.19530518 197608 2 001
|
Mengetahui,
Jurusan Keperawatan Gigi
Program Studi Diploma III
Ketua,
(Nurdin, S.Si.T, MDSc)
NIP.19710518 199403 1 002
|
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIDAK DILAKUKANNYA PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENGELOLAAN
ALAT-ALAT KESEHATAN GIGI OLEH PERAWAT GIGI
PADA PUSKESMAS KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2015
Diajukan Oleh :
ARIEF MUNANDAR
NIM : PO7125112046
Telah Disidangkan pada Tanggal 25 Juni 2015 di Jurusan
Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Tim Penguji
(Nurdin, S.Si.T, MDSc)
NIP.19710518 199403 1 002
|
Ketua
|
( )
| ||
(Amiruddin, S.Si.T, M.Kes)
NIP.19720210 199503 1 001
|
Anggota
|
( )
| ||
(Rohani.M, S.Si.T, M.Kes)
NIP.19530518 197608 2 001
|
Anggota
|
( )
| ||
|
POLTEKKES KEMENKES ACEH
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
TAHUN 2015
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
TAHUN 2015
Arief MunandarNim : PO 7125 112 046
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIDAK DILAKUKANNYA PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENGELOLAAN
ALAT-ALAT KESEHATAN GIGI OLEH PERAWAT GIGI
PADA PUSKESMAS KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2015
ALAT-ALAT KESEHATAN GIGI OLEH PERAWAT GIGI
PADA PUSKESMAS KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2015
x + halaman + 3 tabel + lampiran
ABSTRAK
Pengelolaan alat merupakan serangkaian prosedur dalam menyiapkan alat-alat terkontaminasi untuk pemakaian ulang. Data awal dalam penelitian ini dari 23 orang perawat gigi diperoleh bahwa 100% perawat gigi dikategorikan kurang baik dalam melakukan pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor penyebab tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, dilaksanakan pada tanggal 20 April s/d 03 Mei 2015 dengan melakukan lembar wawancara. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh perawat gigi yang berkerja pada poli gigi Puskesmas Kota Banda Aceh yang berjumlah 23 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi perawat gigi dipoli gigi Puskesmas Kota Banda Aceh yaitu 23 orang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 23 orang perawat gigi yang bersikap positif tentang pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi sebanyak 23 orang (100%). Dari 23 orang perawat gigi yang tidak melakukan pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi yang menyatakan tidak lengkap fasilitas sebanyak 3 orang (13%), dan yang menyatakan tidak tersedia fasilitas sebanyak 20 orang (87%).
Dapat disimpulkan bahwa penyebab utama tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasinal prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015 yaitu tidak lengkap dan tidak tersedianya fasilitas yang dibutuhkan. Disarankan kepada Puskesmas/Instansi terkait untuk menyediakan fasilitas atau sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi untuk menunjang kinerja kerja yang lebih baik bagi perawat gigi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat.
Sumber bacaan 18 buku (2001-2014)+ 1 data internet.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta memililki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil. Indonesia sehat telah dirancang oleh departemen kesehatan mempunyai visi yang sangat ideal yakni masyarakat indonesia yang berpenduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat. Pembangunan dibidang kesehatan gigi merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional, artinya didalam pembangunan kesehatan gigi tidak boleh diabaikan (Depkes RI, 2009)
Kesehatan dipandang sebagai sumber daya yang memberikan kemampuan pada individu, kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mengelolah bahkan merubah pola hidup, kebiasaan dan lingkungan .Hal ini sesuai dengan arah pembangunan kesehatan kita yang meninggalkan paradigma lama menuju paradigma sehat, dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 (Djojosugitjo, 2001)
Pengelolaan alat merupakan serangkaian prosedur dalam menyiapkan alat –alat terkontaminasi untuk pemakain ulang, tujuan pengelolaan ini adalah membunuh mikroorganisme, secara singkat pengelolaan alat-alat kesehatan gigi dilakukan dengan meletakkan alat-alat terkontaminasi pada wadah, direndam dalam cairan desinfektan disesuaikan dengan waktu kontaknya(Hardjawinata, 2006)
SOP merupakan serangkaian intruksi yang menggambarkan pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah organisasi dan merupakan suatu panduan yang menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan (Menkes RI, 2014).Berdasarkan Kepmenkes No.284/SK/Menkes/IV/2006, menjelaskan bahwa dalam menjalankan standar pelayanan perawat gigi, perawat gigi harus menyiapkan dan mensterilkan alat hand intrumen gigi (non kritis, semi kritis, kritis) yang akan di pakai untuk pemeriksaan atau pengobatan serta mensterilkan dan menyimpan alat setelah pemakaian, alat bersih dan steril disimpan pada tempatnya pada lemari penyimpanan.
Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksanaan pelayanan kesehatan disuatu daerah dan merupakan unit organisasi yang bersifat menyeluruh dan terpadu paling dekat dengan masyarakat, peran dan fungsi puskesmas sangat strategis dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI ,2003).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis pada Puskesmas Kota Banda Aceh yang terdapat 23 orang perawat gigi diperoleh bahwa 100% perawat gigi pada Puskesmas Kota Banda Aceh dikategorikan kurang baik dalam melakukan pengelolaan alat-alat kesehatan gigi karena alat-alat kesehatan gigi untuk pemakaian ulang tidak dilakukan pembungkusan dan penyimpanan dengan baik.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Faktor-Faktor Penyebab Tidak Dilakukannya Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi Pada Puskemas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui “Bagaimana Faktor-Faktor Penyebab Tidak Dilakukannya Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi Pada Puskemas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Tidak Dilakukannya Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi Pada Puskemas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah wawasan tentang Faktor-faktor penyebab tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
2. Bagi Akademik
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/i Jurusan keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh.
3. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pihak puskesmas dalam mengevaluasi Faktor-faktor penyebab tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. Pengertian SOP
Suatu standar /pedoman tertulis yang digunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.Prosedur tetap merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efesien(WHO, 2002).
2. Tujuan SOP
Adapun tujuan SOP yaitu: agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim organisasi atau unit, agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi, memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait, melindungi organisasi dan staf dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya, untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi.
3. Fungsi SOP
3. Fungsi SOP
4. Prinsip-prinsip SOP Adapun fungsi SOP yaitu : memperlancar tugas petugas atau tim, sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan, mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak, mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja, sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.
Adapun prinsip SOP yaitu : harus ada pada kegiatan pelayanan, bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau perkembangan iptek serta peraturan yang berlaku, memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap upaya, harus didokumentasi.
B. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan Gigi
1. Pengertian Pengelolaan Alat
Menurut Hardjawinata(2006), Pengelolaan alat merupakan serangkaian prosedur dalam menyiapkan alat-alat terkontaminasi untuk pemakaian ulang. Proses pengelolaan ini harus dilakukan secara cermat, supaya penyebab penyakit yang berasal dari pasien sebelumnya atau bersumber dari operator pengguna alat tersebut atau lingkungan sekitarnya, tidak berpindah melalui alat itu kepada pasien berikutnya. Pengelolaan ini juga harus dilakukan dengan baik, rutin, penuh disiplin untuk melindungi pasien dan secara cermat untuk menjaga kerusakan alat minimum.
2. Prosedur Pengelolaan Alat
Secara singkat proses pengelolaan alat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Sebelum memulai pekerjaan, gunakanlah sarung tangan, kaca mata dan jas praktek atau pemakaian pelindung.
b. Alat-alat terkontaminasi diletakkan pada wadah, direndam dalam cairan desinfektan.
c. Pembersihan dengan Ultrasonik atau penyikatan alat secara manual dilakukan dibawah air mengalir.
d. Alat-alat setelah pembersihan diperiksa terutama ujungnya dan kebersihannya, lalu dikeringkan dengan handuk.
e. Alat-alat yang sudah kering dimasukkan kedalam sampul(bungkusan) sterilisasi satu persatu atau digabungkan dengan alat lainnya sesuai fungsi dan disusun pada tempatnya.
f. Sterilisasi dilakukan sesuai dengan petunjuk pabrik untuk waktu, temperatur dan cara pengeringannya.
g. Penyimpanan bungkusan steril harus dicegah tidak bercampur dengan bungkusan tidak steril, tempat kering, tertutup, daerah yang bebas debu, jauh dari bak pencucian, tidak terlalu dekat dengan dinding, serta jauh dari sumber panas.
3. Tujuan Pengelolaan Alat Kesehatan Gigi
Tujuan utama dalam pengelolaan alat untuk pemakaian ulang ini adalah membunuh mikroorganisme, sehingga metode untuk mematikan mikroba harus difahami sebelum melakukan proses berikut yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
a. Proses Perendaman Alat
Bila alat tidak sempat dibersihkan segera setelah dipakai, maka dimasukkan kedalam suatu larutan desinfektan untuk mencegah mengeringnya ludah dan darah yang melekat sehingga proses pembersihan berikutnya dapat dilakukan dengan baik. Perendaman dalam waktu yang lama sampai beberapa jam tidak disarankan, sebab akan mempermudah terjadinya karat pada alat. Bahan perendamam dapat sama dengan cairan yang dipakai untuk pembersihan dengan ultrasonik, yaitu cairan germisid. Untuk perendaman yang singkat, misalnya 30-60 menit, dapat dilakukan dalam idiofor atau 70% isopropil alkohol. Bila waktunya lebih lama dari 60 menit, dipakai glutaraldehid atau senyawa fenol baru sebagai pilihan cairan yang bersifat desinfektan dan antikarat.
b. Pencucian Awal
Pencucian awal merupakan suatu langkah yang mutlak diperlukan sebelum proses sterilisasi dan desinfeksi. Pencucian alat akan mengurangi jumlah mikroba yang melekat, menghilangkan darah saliva atau bahan lain yang dijadikan tempat persembunyian mikroba terhadap sterilisasi.
1. Pembersihan dengan Ultrasonik
Pembersihan dengan ultrasonik akan mampu mengurangi kontak langsung terhadap alat terkontaminasi dan bahaya terluka atau tertusuk, dibandingkan penyikat alat dengan tangan. Dalam pembersihan dengan ultrasonik selalu digunakan larutan pembersih yang harus dijaga jumlahnya, untuk menjamin semua alat terendam dengan sempurna supaya dapat dibersihkan dengan baik. Namun demikian desinfektan saja tidak boleh digunakan sebagai pengganti larutan deterjen, kecuali sudah dirancang untuk keperluan tersebut. Waktu yang diperlukan yaitu 4-15 menit, tergantung dari macam alat, jumlah atau jenis bahan pada alat dan kemampuan alat ultrasonik.
2. Penyikat Alat Secara Manual
Penyikatan alat terkontaminasi dengan tangan bila dilakukan secara cermat merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan kotoran, tetapi berbahaya. Semua permukaan alat dibersihkan dengan sikat panjang, supaya tangan agak jauh dari ujung alat yang tajam, sambil direndam dalam larutan pembersih untuk menghindari percikan, lalu dibilas dengan percikan minimal. Penyikatan alat secara manual tidak rutin dilakukan, karena kontak langsung dengan alat terkontaminasi yang maksimal. Menambah peluang tertusuk atau terluka melalui sarung tangan. Bila pembersihan ultrasonik bekerja dengan baik, maka penyikatan dengan tangan tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa alat, misalnya membersihkan semen yang melekat erat pada alat.
3. Metode Pembersihan Alat yang lainnya.
Rumah sakit atau klinik gigi besar umumnya menggunakan alat pencuci dan dekontaminator bertekanan tinggi. Alat pencuci piring yang biasa digunakan didapur, seringkali tidak memiliki tekanan air yang cukup untuk pencucian alat kedokteran gigi yang efektif.
c. Pembungkusan Alat
Pembungkusan alat dilakukan sebelum proses sterilisasi, untuk mencegah kontaminasi setelah steril dan selama penyimpanan atau sebelum penggunaannya. Pembungkusan dapat berasal dari kain, kertas alumunium, nilon/plastik yang tahan panas, disesuaikan dengan metode sterilisasi. Alat yang tidak dibungkus akan segera terkontak dengan lingkungannya dan mudah terkontaminasi oleh debu atau buturan halus(Aerosol) diudara, karena pengelolaan yang kurang tepat, atau berkontak dengan permukaan terkontaminasi.
1. Prosedur pembungkusan
Pembungkusan dilakukan dengan hanya menggunakan bahan yang khusus dirancang untuk sterilisator atau wadah terbuka. Bungkus lainnya sepertih kantung plastik, wadah atau kertas dapat rusak, mencegah penetrasi bahan kimia kedalam bungkusan atau menghasilkan bahan kimia yang tidak dikehendaki dan masuk kedalam ruang sterilisator. Amplop sterilisasi, pembungkusan atau kantung tidak pernah direkatkan dengan bahan logam sepertih staples atau apapun yang dapat melubangi bahan pembungkusan dan mengganggu sterilisasi alat.
2. Pembungkusan alat dengan memasukkan kedalam kantong
Alat-alat yang diatur sesuai fungsinya dapat diletakkan pada wadah yang dapat disterilkan dan keseluruhan wadah tersebut dibungkus dengan bahan pembungkus sterilisasi. Bungkusan ini ditutup dengan pita perekat yang tahan pemanasan, misalnya pita otoklasifikasi.
Setelah proses sterilisasi, kantung tersebut dibuka dengan memisahkan bagian plastiknya terkelupas dari bagian kertasnya. Dalam penggunaannya, harus diperhatikan bahwa alat tajam dan runcing mudah melukai kertas itu. Sebelum proses sterilisasi, udara dalam kantung harus sebanyak mungkin dikeluarkan.
3. Penggunaa Cassette
Banyak tipe cassette diperdagangkan untuk tempat alat-alat sesuai dengan fungsinya baik dalam pemakaian dikursi dental, selama pembersihan dengan ultrasonik, pembilasan dan proses sterilisasi. Dengan pemakaian cassette, maka kontak tangan langsung dengan alat terkontaminasi akan berkurang dan memudahkan melihat kelengkapan alat selama proses tersebut. Alat-alat dapat juga diletakkan pada cassetter setelah pembersihan dengan ultrasonik, pembilasan dan pengeringan atau ditambah dengan perangkat alat lainnya yang tahan sterilisasi. Setelah itu cassetter dibungkus, disterilkan dan disimpan.
d. Proses sterilisasi
Proses sterilisasi pada umumnya dilaksanakan dalam 3 cara yaitu sterilisasi dengan pemanasan, sterilisasi dengan gas dan sterilisasi dengan cairan kimia. Semua alat yang siap untuk disterilkan dengan pemanasan harus sudah bersih dan dibungkus. Berikut ini adalah jenis-jenis prosese sterilisasi yaitu :
1. Sterilisasi dengan pemanasan Uap
Pemanasan dengan pemanasan uap bertekanan yang disebut juga otoklafisasi, yaitu meliputi pemanasan air sampai menghasilkan uap dalam ruang otoklaf yang tertutup, dan lembab yang panas ini mampu membunuh mikrooganisme dengan cepat. Karena sistem tertutup, uap yang berbentuk akan menjadi uap jenuh dan memenuhi ruangan steilisator menggantikan udara yang lebih dingin dan menghasilkan tekanan, yang membunuh mikroorganisme adalah uap panas bukan tekanannya. Karena dalam sistem tertutup hampa udara, uap ini akan lebih meningkatkan temperatur dibandingkan dengan uap yang berbentuk dari air mendidih dalam panci yang terbuka pada 100°C, sebab memberi peluang kepada uap bercampur dengan udara yang lebih dingin diatas panci. Pabrik telah mengatur sterilisator untuk mencapai temperatur uap maksimum, yaitu sekitar 250°F(121,5°C) atau 273°F(134°C)dengan tekanan masing-masing 103 atau 206 kilopaskal(kPa), yang sama dengan 15 atau 30 paunds perinci kuadrat.
2. Sterilisasi Dengan Uap Kimia Tak jenuh
Sterilisasi dengan uap kimia tak jenuh melibatkan pemanasan suatu larutan kimia khusus dalam ruangan tertutup, sehingga menghasilkan uap kimia panas yang dapat membunuh mikroorganisme. Larutan kimia berisi 0,23% formaldehid, 72,38% etanol+aseton, air dan alkohol lainnya. Lindungi kulit dan mata dari kontak langsung dengan larutan dan jangan mengisap uap kimianya. Alat-alat yang akan disterilakan harus dibersihkan dahulu, dikeringkan, dibungkus longgar untuk memberi kesempatan kepada uap kimia meresap masuk dan berkondendasi kedalam bungkusan .
Sterilisasi dengan uap kimia tak jenuh dinamakan juga khemiklaf Harvey, yang dioperasikan melalui 4 siklus : pemanasan / pembentukan Uap, siklus sterilisasi, depresurisasi dan siklus pembuangan Uap. Pemanasan ini akan menyebabkan larutan kimia menguap, menghasilkan tekanan sekitar 172 kpa(25 psi) dan ketika temperatur mencapai kira-kira 270°F(132°C), siklus sterilisasi dimulai. Temperatur ini dijaga selama 20 menit, kemudian ruangan ini di depresurisasi dengan penurunan temperatur.
Keuntungan pemakaian sterilisasi dengan uap kimia ini adalah mencegah terjadinya karat pada alat yang terbuat dari karbon baja atau pembentukan karatnya sangat dikurangi. Karena itu penting sekali untuk mengeringkan alat-alat sebelum sterilisasi.
3. Sterilisasi Dengan Pemanasan Kering
Sterilisasi dengan pemanasan kering meliputi pemanasan udara dan tranfer energi panas dari udara ke alat. Untuk mencapai hal ini dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi dari pada sterilisasi dengan pemanasan uap air atau uap kimia, temperaturnya 320°-375°F(160-190°C), tergantung dari tipe sterilisatornya. Waktu pemanasan untuk sterilisasi tipe ini kira-kira 15-30 menit. Keuntungan pemakaian sterilisator dengan pemanasan kering ialah alat-alat yang terbuat dari baja karbon tidak berkarat sepertih pada sterilisasi dengan pemanasan uap. Jenis sterilisator ini terbagi dua yaitu sterilisasor tipe udara statis dan tipe udara tekan.
e. Penyimpanan Alat Kesehatan Gigi Sesudah Sterilisasi
Sterilisasi alat-alat harus dipelihara sampai bungkus, sampul dan cassette yang steril guna dipakai diklinik dan dilakukan Pengeringan dan pendinginan. Bungkus, sampul dan cassette yang telah diproses melalui sterilisaor diklinik, mungkin masih basah dan harus dikeringkan sebelum digunakan atau disimpan. Penyimpanan bungkusan yang steril harus dicegah supaya tidak jatuh kelantai, sobek, tertekan atau menjadi basah, karena jika demikian dianggap terkontaminasi. Begitu pula harus dicegah supaya bungkusan steril tidak bercampur dengan bungkusan yang tidak steril. Indikator kimia yang berada diluar merupakan tanda penilaian yang utama. Penyimpanan alat steril dalam kedokteran gigi umumnya tidak sampai beberapa hari karena jumlah alat yang terbatas. Namun demikian jaminan sterilisasi yang baik akan menuntut proteksi terhadap sterilisasi alat, sehingga harus dilakukan pencegahan dari rekontaminasi dengan memperhatikan waktu antar sterilisasi dan pemakaian ulangnya.
Bungkusan alat yang steril harus tersimpan dalam tempat kering, tertutup, daerah yang bebas debu, jauh dari bak pencucian, saluran air, lantai, langit-langit atau jangan terlalu dekat dengan dinding. Keadaan ini untuk mencegah bungkusan menjadi basah, terkena percikan air, bahan pembersih lantai dan kondensasi akibat pipa air atau dinding. Selanjutnya, penyimpanan bungkusan alat dijauhkan dari sumber panas yang menyebabkan bahan pembungkus menjadi rapuh dan mudah sobek, penyimpanan maksimum untuk bungkusan alat yang baik hanya satu bulan saja.
Menurut Mulyani(2012), tempat penyimpanan alat yang sudah disterilkan harus kering, tertutup, tidak ada debu dan terlindungi dari sumber kontaminasi. Tempat penyimpanan harus jauh dari tempat cuci, saluran pembuangan dan harus berjarak beberapa meter dari langit-langit, lantai dan dinding. Hal ini untuk mencegah agar tidak terpengaruh keadaan lembab dari tempat penyimpanan.
C. Perawat Gigi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1035 Tahun 1998 Tentang Perawat Gigi dinyatakan bahwa perawat gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan perawat gigi yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Perawat gigi merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan dalam kelompok keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan standar profesi. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1392/Menkes/SK/VII/2000 tentang registrasi dan izin kerja tenaga perawat gigi juga dinyatakan bahwa perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Perawat gigi merupakan profesi kesahatan yang melaksanakan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut secara professional.
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
A. Kerangka Kerja Penelitian
Pengelolaan alat merupakan serangkaian prosedur dalam menyiapkan alat untuk pemakaian ulang guna membunuh mikroorganisme dan mematikan mikroba.(Hardjawinata, 2006). Menurut KBBI pengelolaan adalah proses, kegiatan tertentu dengan mengerakkan tenaga orang lain atau memberikan pengawasan pada semua hal yang telibat dalam pelaksaan kebijakan dalam pencapaian suatu tujuan.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka dapat dibuat kerangka kerja penelitian sebagai berikut :
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel yaitu :
1. Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur : Sikap dan Fasilitas.
2. Pegelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi.
C. Defenisi Operasional
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
Pelaksanaan SOP :
1. Sikap
2. Fasilitas
| Respon atau tanggapan seseorang untuk dasar suatu tindakan/aplikasi.
Sarana yang dibutuhkan dalam suatu tindakan.
|
Wawancara
Wawancara |
Kuisioner
Kuisioner
|
Positif ≥ 50
Negatif < 50
Tidak Lengkap ≥50
Tidak Tersedia <50
|
Ordinal
Nominal
|
Pengelolaan Alat-alat kesehatan Gigi.
|
Kondisi peralatan gigi terawat dengan baik.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
BAB 1V
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005), dimana peneliti ingin mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Tidak Dilakukannya Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi Pada Puskemas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
B. Tempat Dan Waktu
1. Tempat
2. Waktu
Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April s/d 03 Mei 2015 pada Poli Gigi Puskesmas Kota Banda Aceh.
C. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah seluruh perawat gigi yang bekerja pada poli gigi Puskesmas Kota Banda Aceh yang berjumlah 23 orang.
b. Sampel
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi perawat gigi dipoli Puskesmas Kota Banda Aceh yaitu 23 orang.Sampel
D. Cara Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis melakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu :
1. Data primer
Data ini diperoleh melalui wawancara pada 23 orang perawat gigi di Poli Gigi Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas dan dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2015.
E. Intrumen Penelitian
Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.
F. Pengelohan Data dan Analisa Data
1. Pengelohan data secara manual dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Editing adalah data yang telah didapatkan diolah dengan baik sehinga menghasilkan informasi yang benar.
b. Koding adalah memberikan kode pada data dalam bentuk angka dan huruf.
c. Tabulating adalah data yang diperoleh dikelompokkan dan ditampilakan dalam bentuk tabel.
2. Analisa data
Data hasil penelitaian diuraikan secara deskriptif dengan perhitungan tabel.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April s/d 03 Mei 2015 Pada 23 orang perawat gigi yang berada pada Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015. Tehnik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilakukannya Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi Pada Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015.
1. Data Umum
Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Pada Perawat Gigi Di Poli Gigi Puskesmas Kota Banda Aceh
Tahun 2015
No
|
Jenis Kelamin
|
Frekuensi
|
Presentase (%)
|
1
|
Laki-laki
|
0
|
0
|
2
|
Perempuan
|
23
|
100
|
Total
|
23
|
100
|
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat jumlah responden perawat gigi pada Puskesmas Kota Banda Aceh berjumlah 23 orang dengan jenis kelamin Perempuan yaitu (100%).
2. Data Khusus
a. Sikap
Distribusi pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi berdasarkan sikap perawat gigi dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi
Berdasarkan Sikap Pada Puskesmas Kota Banda Aceh
Berdasarkan Sikap Pada Puskesmas Kota Banda Aceh
Tahun 2015
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Presentase (%)
|
1
|
Positif
|
23
|
100
|
2
|
Negatif
|
0
|
0
|
Total
|
23
|
100
|
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat dari 23 orang perawat gigi yang bersikap positif tentang pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatanan gigi oleh perawat gigi sebanyak 23 orang (100%).
b. Fasilitas
Distribusi pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi berdasarkan fasilitas dipoli gigi dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Dalam Pengelolaan Alat-alat Kesehatan Gigi Oleh Perawat Gigi
Berdasarkan Fasilitas Pada Puskesmas Kota Banda Aceh
Berdasarkan Fasilitas Pada Puskesmas Kota Banda Aceh
Tahun 2015
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Presentase (%)
|
1
|
Tidak Lengkap
|
3
|
13
|
2
|
Tidak Tersedia
|
20
|
87
|
Total
|
23
|
100
|
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 23 orang perawat gigi yang tidak melakukan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi kategori tidak lengkap fasilitas sebanyak 3 orang (13%) dan kategori tidak tersedia fasilitas sebanyak 20 orang (87%).
B. Pembahasan
a. Sikap
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat dari 23 orang perawat gigi yang bersikap positif tentang pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatanan gigi oleh perawat gigi sebanyak 23 orang (100%).
Penulis berasumsi bahwa sikap positif yang baik tidak dapat menjamin seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Hal ini dipengaruhi oleh adopsi prilaku seseorang yaitu kesadaran dan stimulus petugas terhadap suatu tindakan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya yaitu : menerima artinya seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan objek, menanggapi artinya memberi jawaban terhadap suatu pertanyaan, menghargai artinya memberikan nilai positif terhadap stimulus, dan bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak atau praktik, sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau saranan dan prasarana.
b. Fasilitas
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 23 orang perawat gigi yang tidak melakukan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi kategori tidak lengkap fasilitas sebanyak 3 orang (13%) dan kategori tidak tersedia fasilitas sebanyak 20 orang (87%).
Penulis berasumsi bahwa faktor utama penyebab tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi dikarenakan tidak lengkap dan tidak tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada suatu puskesmas, misalnya : wadah, penyikatan alat, handuk, sampul (bungkusan) steriliasi dan tempat penyimpanan. Wadah merupakan tempat yang digunakan pada saat perendaman alat, menurut Hardjawinata (2006), bila alat alat tidak sempat dibersihkan segera setelah dipakai, maka dimasukkan kedalam suatu larutan desinfektan untuk mencegah pengeringan ludah dan darah sehingga penggunaan wadah akan mengurangi kontak langsung dengan alat selama pencucian dan pembilasan, penyikatan alat terkontaminasi merupakan metode paling efektif untuk menghilangkan kotoran, tetapi berbahaya sehingga dibersihkan dengan sikat panjang. Pengeringan harus dilakukan dengan handuk, sterilisasi alat yang tidak dibungkus merupakan cara yang kurang memuaskan untuk perlindungan pasien karena memberi peluang terhadap kontaminasi sebelum alat tersebut digunakan untuk pasien berikutnya, penyimpanan alat atau bungkusan alat harus disimpan ditempat yang kering, tertutup daerah bebas debu guna mencegah bungkusan mudah sobek dan rapuh. Fasilitas atau sarana dan prasarana yang lengkap akan memudahkan perawat gigi untuk melaksanakan tugas dalam menjalankan pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi pada puskesmas sehingga sangat penting adanya fasilitas atau sarana dan prasarana yang lengkap disuatu puskesmas.
Hal ini sejalan dengan pendapat Aditama ( 2008), sarana adalah sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sarana merupakan aset utama sebuah organisasi dalam rangka pencapaian tujuan, dengan adanya sarana yang lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan sarana kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi profesional kerja tenaga kesehatan. Apabila sarana kurang menunjang maka akan menyebabkan kinerja tenaga kerja juga menurun.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang faktor-faktor penyebab tidak dilakukannya pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada Puskesmas Kota Banda Aceh tahun 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari 23 orang perawat gigi yang bersikap positif tentang pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi sebanyak 23 orang (100%).
2. Dari 23 orang perawat gigi yang tidak melakukan pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi yang menyatakan tidak lengkap fasilitas sebanyak 3 orang (13%) dan yang menyatakan tidak tersedia fasilitas sebanyak 20 orang (87%).
B. Saran
1. Diharapkan kepada perawat gigi dapat meningkatkan dan mempertahankan sikap dalam menjalankan pelaksanaan standar operasional prosedur dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi pada puskesmas setempat.
2. Diharapkan kepada Puskesmas / Instansi terkait pada Kota Banda Aceh menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan alat-alat kesehatan gigi oleh perawat gigi untuk menunjang kinerja kerja yang lebih baik bagi perawat gigi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2009, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi) Jakarta : Rineka Cipta
Aditama, 2008, Pedoman Manajemen Informasi Di sarana Pelayanan Kesehatan Universitas Indonesia.
Budirharto, 2010, Pengantar Ilmu Prilaku Kesehatan dan Pendidikan kesehatan Gigi.EGC. Jakarta.
Depkes RI, 2009, Pedoman Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah.
Depkes RI, 2009, Undang-Undang RI Nomor 36 Tentang Kesehatan
Depkes RI, 2008, Keputusan Menkes RI Nomor 378/Menkes/III/2007,Jakarta
Depkes RI, 2003, Kurikulum Pendidikan Diploma III kesehatan Gigi, Jakarta
Djojosugito,A, 2001, Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan kesehatan Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta.
Fitri,ZA. (2011). Skripsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat terhadap penerapan standar Operasional prosedur perawatan luka post operasi diruang rawat inap bedah RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2011
Hardjawinata.dkk, 2006, Pengendalian Infeksi Dalam Praktek Kedokteran Gigi, Bandung
Kemenkes RI,Nomor284/SK/MENKES/IV/2006. Tentang Standar Asuhan kesehatan Gigi dan Mulut.
Kemenkes RI,Nomor1392/Menkes/SK/VII/2000 Tentang Registrasi dan Izin kerja Tenaga Perawat Gigi.
Kemenkes RI, 2014, Kurikulum dan modul pelatihan Managemen Laboratorium tenaga kependidikan diinstusi diknakes.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Notoatmodjo,S.2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, hal 71, 91. PT Asdi Mahasatya, Jakarta
Notoatmodjo,S.2010, Promosi kesehatan teori dan aplikasinya,Hal 54,56.Rineka Cipta, Jakarta
Menkes RI ,Nomor 58, 2012, Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Gigi.
Sugiono, 2005, Statistik Untuk Penelitian, Alfa Beta, Jakarta
WHO., SEA-NURS.(2002). Standar dan Standar Operating Procedur (SOP).
Materi pelatihan ketrampilan menajerial SPMK. YRL: http: //kmpk.ugm.ac.id. Diperoleh pada tanggal 19 Januari 2011.
LEMBAR PENGAMATAN (CHECK LIST)
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. Tingkat pendidikan :
Berikan Tanda (√ ) pada tabel dibawah sesuai dengan tindakan .
No.
|
Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan alat
|
Ada
|
Tidak Ada
|
1.
|
Sebelum memulai pekerjaan, gunakanlah sarung tangan, kaca mata dan jas praktek atau pemakaian pelindung.
| ||
2.
|
Alat-alat terkontaminasi diletakkan pada wadah, direndam dalam cairan desinfektan.
| ||
3.
|
Pembersihan dengan Ultrasonik atau penyikatan alat secara manual dilakukan dibawah air mengalir.
| ||
4.
|
Alat-alat setelah pembersihan diperiksa terutama ujungnya dan kebersihannya, lalu dikeringkan dengan handuk
| ||
5.
|
Alat-alat yang sudah kering dimasukkan kedalam sampul(bungkusan) sterilisasi satu persatu atau digabungkan dengan alat lainnya sesuai fungsi dan disusun pada tempatnya.
| ||
6.
|
Sterilisasi dilakukan sesuai dengan petunjuk pabrik untuk waktu, temperatur dan cara pengeringannya.
| ||
7.
|
Penyimpanan bungkusan steril harus dicegah tidak bercampur dengan bungkusan tidak steril, tempat kering, tertutup, daerah yang bebas debu, jauh dari bak pencucian, tidak terlalu dekat dengan dinding, serta jauh dari sumber panas.
|
LEMBAR WAWANCARA PENELITIAN
(KUISIONER SIKAP)
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. Tingkat pendidikan :
1. Sebelum memulai pengelolaan alat-alat kesehatan gigi sebaiknya menggunakan sarung tangan, kaca mata dan jas praktek atau pemakaian pelindung.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
2. Sebelum diletakkan pada wadah, alat-alat sebaiknya direndam dalam cairan desinfektan.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
3. Sebelum dilakukan pembersihan alat-alat kesehatan gigi dibersihkan dengan Ultrasonik atau penyikatan alat secara manual dibawah air mengalir.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
4. Setelah pembersihan Alat-alat dikeringkan dengan handuk.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
5. Sudah kering alat-alat dimasukkan kedalam sampul(bungkusan) Sterilsasi dan diletakkan pada tempatnya.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
6. Sterilisasi alat –alat kesehatan gigi sebaiknya dilakukan dengan standar operasional.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
7. Penyimpanan bungkusan alat-alat sterilisasi sebaiknya dilakukan dengan standar operasional prosedur.
a. Setuju
b. Tidak Setuju
LEMBAR WAWANCARA PENELITIAN
(KUISIONER FASILITAS)
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. Tingkat pendidikan :
1. Faktor apa yang menyebabkan anda tidak menggunakanlah sarung tangan, kaca mata dan jas praktek atau pemakaian pelindung.
a. Tidak lengkap fasilitas
b. Tidak tersedia
2. Faktor apa yang menyebabkan alat-alat terkontaminasi tidak diletakkan pada wadah, tidak direndam dalam cairan desinfektan.
a. Tidak tersedia wadah
b. Tidak lengkap fasilitas
3. Faktor apa yang menyebabkan tidak dilakukan pembersihan alat-alat kesehatan gigi dengan Ultrasonik atau penyikatan alat secara manual dibawah air mengalir.
a. Tidak tersedianya Ultrasonik atau sikat
b. Tidak lengkap fasilitas
4. Faktor apa yang menyebabkan Alat-alat setelah pembersihan tidak dikeringkan dengan handuk.
a. Tidak tersedianya handuk
b. Tidak lengkap fasilitas
5. Faktor apa yang menyebabkan Alat-alat yang sudah kering tidak dimasukkan kedalam sampul(bungkusan) Sterilsasi dan tidak diletakkan pada tempatnya.
a. Tidak tersedianya sampul(bungkusan) sterilisasi
b. Tidak lengkap fasilitas
6. Faktor apa yang menyebabkan tidak dilakukannya Sterilisasi sesuai dengan standar operasional.
a. Tidak tersedia sterilisator
b. Tidak lengkap fasilitas
7. Faktor apa yang menyebabkan tidak dilakukannya penyimpanan bungkusan sesuai dengan standar operasional prosedur.
a. Tidak tersedia tempat penyimpanan
b. Terlalu lengkap fasilitas
Master Tabel Faktor-faktor Penyebab Tidak dilakukannya Pelaksanaan Standar operasional Prosedur Dalam Pengelolaan Alat-alat kesehatan Gigi pada puskesmas Kota banda Aceh Tahun 2015
No |
Sikap
|
Fasilitas
| ||
Positif
|
Negatif
|
Tidak Lengkap
|
Tidak Tersedia
| |
1
|
√
|
-
|
-
|
√
|
2
|
√
|
-
|
-
|
√
|
3
|
√
|
-
|
√
|
-
|
4
|
√
|
-
|
√
|
-
|
5
|
√
|
-
|
√
|
-
|
6
|
√
|
-
|
-
|
√
|
7
|
√
|
-
|
-
|
√
|
8
|
√
|
-
|
-
|
√
|
9
|
√
|
-
|
-
|
√
|
10
|
√
|
-
|
-
|
√
|
11
|
√
|
-
|
-
|
√
|
12
|
√
|
-
|
-
|
√
|
13
|
√
|
-
|
-
|
√
|
14
|
√
|
-
|
-
|
√
|
15
|
√
|
-
|
-
|
√
|
16
|
√
|
-
|
-
|
√
|
17
|
√
|
-
|
-
|
√
|
18
|
√
|
-
|
-
|
√
|
19
|
√
|
-
|
-
|
√
|
20
|
√
|
-
|
-
|
√
|
21
|
√
|
-
|
-
|
√
|
22
|
√
|
-
|
-
|
√
|
23
|
√
|
-
|
-
|
√
|
BIODATA PENULIS
A. Identitas Pribadi
Nama : Arief Munandar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Pante Kulu 24 Oktober 1994
Agama : Islam
Nama Ayah : Drs. Marduki
Pekerjaan : PNS
Nama Ibu : Sukma Diana
Pekerjaan : IRT
Alamat Orang Tua : Pante Kulu Kec.Titeue
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Titeue : 2000-2006
2. SMP Neg. 3 Sakti : 2006-2009
3. SMA Neg. 1 Sakti : 2009-2012
4. D III Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh : 2012-2015
Posting Komentar